sahabat setia

Saturday, August 16, 2008

Renungan Hari Merdeka

Hari, 17 Agustus 2008, tepat 63 tahun usia Republik ini. Telah banyak perjalanan sebagai sebuah bangsa yang telah dilalui oleh negeri ini. Tanpa terasa waktu berganti berganti begitu cepat, dan para pemimpin bangsa silih berganti. Rakyat Indonesia telah berulang kali mengalami pergantian kekuasaan. Bahkan perubahan sistem politik dan sosial yang telah dicoba oleh para pemimpinya, seringkali mengorbankan jutaan rakyat yang tidak berdosa, bahkan tidak mengetahui untuk apa mereka menjadi korban. Dari berbagai pemberontakan para era perang kemerdekaan, misalnya PRRI, Permesta, NII, Darul Islam dll, hingga medio demokrasi terpimpin, serta otoriterianisme soeharto, rakyat dipaksa untuk menerima berbagai hal yang kadangkala absurd untuk dipahami.

Dengan jargon pembangunan, untuk apa dan untuk siapa semua pembangunan itu dilakukan rakyat tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemauan penguasa. Dengan tumbangnya rezim soeharto, rakyat memiliki harapan yang besar untuk mengadakan perubahan. Namun Era Reformasi yang diharapkan dapat benar-benar menjadi sarana menuju Indonesia yang adil makmur, sejahtera masih diawang-awang. Reformasi yang telah dilakukan dengan tumbal yang tidak sedikit dari masyarakat sipil, kini hampir-hampir tenggelam diatas hiruk pikuk PILKADAL dan punahnya jatidiri bangsa akibat telah tergadainya aset-aset nasional dengan dalih privatisasi. Sekali lagi rakyat bertanya untuk apa dan untuk siapa semua ini dilakukan?.

Generasi baru yang diharapkan untuk menjadi generasi penerus bangsa, telah lahir dari perempuan-perempuan yang kelelahan menjadi pengabdi mamon. Generasi busung lapar menjadi menu diberita-berita nasional. Kerusakan moral menjadi sesuatu yang lumrah dan dianggap sebuah keniscayaan. Telah hilang jatidiri bangsa, padahal pembangunan yang hendak dicapai memiliki tujuan mulia yakni memajukan jiwanya dan memajukan raganya. Kini jiwa itu telah terbang bersama kapitalisasi modal oleh perusahaan-perusahaan trans nasional. Sekali lagi kami bertanya untuk apa ini semua, bila rakyat hanya menjadi penonton, dan hanya segelintir manusia yang bisa menikmati seolah-olah hanya merekalah yang memiliki negeri ini. Pun tidak jarang dengan sombong mereka mengatakan semua itu hasil kerja keras mereka.

Indonesia yang diproklamirkan Soekarno - Hatta, tidak terlepas dari hiruk pikuk kolonialisme yang terjadi pada saat itu. Kini saat ini pun kolonialisme gaya baru telah menjerat leher bangsa ini. Komsumerisme, individualisme, egoisme, keserakahan hanyalah sedikit untuk menyebut yang telah terang-terangan terjadi. hendak kemana negeri ini dibawa... 63 tahun indonesiaku merdeka. Kini hatiku tetap menangis. Wahai sahabat apa yang harus kita lakukan.

Wassalam

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home