sahabat setia

Friday, November 14, 2008

Sarimin menghajar ibukota



content="Microsoft Word 12">

Sore yang berdebu, ditengah deru lalulintas yang tersendat dalam keramaian ibukota seekor monyet jantan dengan trengginas mengikuti perintah pawangnya. Melaju sekencang-kencangnya pada sebuah motor-motoran trail butut yang disodorkan tuannya, atau berakting bak ibu-ibu yang akan berangkat ke pasar dengan membawa sebuah payung dan keranjang belanjaan, membuat terpingkal-pingkal manusia, dibalik kaca mobil mewah yang berhenti dihadang lampu merah. Ya sarimin memang sedang bertugas mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk tuannya yang telah berjasa mengajaknya ke ibukota. Dikatakan berjasa.. barangkali … karena seharusnya sarimin bisa leha-leha didahan kayu yang rindang sembari menikmati semilir angin rimba yang sepoi-sepoi sembari ditunggui kawan-kawannya yang mencari kutu disekujur tubuhnya. Namun kini ia harus menjadi comedian yang harus pandai berakting ataupun berakrobat agar tuannya bisa dibilang hebat telah mendidiknya dengan perilaku ala manusia. Sarimin adalah sebuah potret kemiskinan manakala ia menerpa maka dengan segala cara mereka berusaha untuk melepaskannya meskipun harus membantai kehidupan orang lain maupun makhluk lainnya. Sebuah ironi perdaban yang absurd ketika manusia mendefinisikan diri sebagai makhluk yang beradab namun dengan alasan ekonomi atau alasan lainnya mereka jelas-jelas telah mengubah peradaban menjadi tragedy bagi makhluk lainnya. Adakah sarimin merasa senang dengan predikatnya sebagai pahlawan yang menyambung hidup tuannya, ataukah ia merasa memang takdir yang menghantarkan hidupnya dalam pelukan kerja paksa yang tidak semestinya ia jalani? Barangkali yang mesti kita tanya adalah nurani yang ada dalam diri kita sebagai manusia, masih tegakah kita menyaksikan sebuah adegan tak berperikebinatang hadir didepan mata kit, atau memang hal demikian yangdapat memuaskan nafsu kita akan adanya kekerasan yang mengendap dalam memori terdalam kita sehingga justeru menjadi tampilan yang memukau? Terlalu panjang dan berliku untuk memahaminya, bahkan bagi manusia yang paling modern dan canggih sekalipun akan bertekuk lutut dihadapan perut yang keroncongan dan dengan berbagai cara untuk mengatasinya.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home